Langsung ke konten utama

Pemanfaatan Waktu Luang (Leisure Time) Bagi Lansia

1. Pengantar Sebagaimana disampaikan oleh para ahli demografi bahwa penuaan penduduk merupakan fenomena global. Penuaan penduduk merupakan ciri demografi abad milenium. Keadaan ini diakibatkan oleh proses demografi, yaitu; penurunan angka mortalitas seiring dengan semakin rendahnya angka fertilitas. Di samping itu kemajuan di bidang teknologi dan ilmu kedokteran telah dapat menekan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit menular. Bersamaan itu tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat turut mengubah pola hidup masyarakat menjadi anti mortalitas. Usia harapan hidup (life expectancy at birth) semakin panjang merupakan output dari perubahan seperti yang digambarkan di atas. Dampak langsung dari peningkatan usia harapan hidup adalah peningkatan jumlah penduduk lansia (elderly). Diperkirakan pada tahun 2005 penduduk lansia Indonesia (60+) sudah berjumlah 18,4 juta jiwa atau sekitar 8,1 persen dari jumlah penduduk kita. Pada tahun 2020 diproyeksikan jumlahnya akan meningkat menjadi sekitar 32 juta jiwa atau sekitar 12,0 persen. Tabel 1 Peningkatan Usia Harapan Hidup (eo) dan Jumlah Lansia (60+) Penduduk Indonesia (Laki-laki dan Perempuan) Tahun eo 60+ 1950 – 1955 37,5 th 5,4 % 1975 – 1980 52,7 th 6,2 % 2000 – 2005 67,3 th 7,6 % 2025 – 2030 73,9 th 12,8 % 2045 – 2050 77,4 th 22,3 % Sumber: PBB, 2002 Peningkatan jumlah penduduk lansia terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Hal ini disebabkan keberhasilan pembangunan dan program-program pemerintah seperti disebutkan di atas. Terutama berkaitan dengan program akses kesehatan dasar bagi masyarakat dengan adanya Puskemas yang didukung program KB. Demikian pula di Provinsi Jawa Barat, peningkatan usia harapan penduduk dan jumlah lansia merupakan fenomena abad 21. Keadaan ini tidak dapat dihindarkan, sebenarnya merupakan salah satu keberhasilan dari sejarah umat manusia untuk bisa bertahan hidup lebih lama. Sebagaimana bisa dilihat pada tabel 2 di bawah. Tabel 2 Peningkatan Usia Harapan Hidup (eo) Penduduk Jawa Barat Tahun Laki-laki (th) Perempuan (th) 1987 54,2 58,1 1997 59,9 63,7 2002 62,2 66,0 2007 64,2 68,1 2012 66,0 70,0 Sumber: BPS, 1997 Sedangkan jumlah lansia (60+) di Jawa Barat pada tahun 1995 diperkirakan telah berjumlah 2 juta jiwa atau sekitar 6,24 persen dari total penduduk Jawa Barat pada tahun tersebut. Jumlah tersebut meningkat menjadi sekitar 2,5 juta (6,88 %) pada tahun 2000 dan menjadi 2,9 juta (7,49 %) pada tahun 2005 yang lalu. Yang menjadi permasalahan adalah apakah mereka menjalani masa tua mereka dalam keadaan sehat, bahagia dan tetap produktif? Karena banyak hasil penelitian menunjukkan lansia kita baru sekedar meningkat usia harapan hidupnya tetapi tingkat kesakitan (morbiditas) mereka masih tinggi. Temuan penelitian juga melaporkan bahwa lansia perempuan cenderung lebih rentan sakit dan dalam disabilitas menjalani masa tuanya. Kondisi demikian akan menghambat lansia tetap dapat beraktivitas produktif. Atau mungkin juga terjadi keadaan yang sebaliknya, karena lansia kita malas beraktivitas akhirnya menjadi sakit-sakitan dan pada gilirannya menjadi tidak produktif. Ahli fisiologi menuturkan bahwa lansia rentan terkena penyakit hipokinetik (hypokinetic disease). Penyakit yang diakibatkan karena kurang bergerak, beraktivitas dan berolah raga. Karena itu sejak tahun 1995 WHO menetapkan program Lansia yang sehat dan produktif. Karena lansia yang sehat dan produktif artinya mereka masih memiliki arti bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. 2. Perspektif Pemanfaatan Waktu Luang Lansia Untuk Produktif Salah satu fenomena lansia setelah mereka memasuki masa pensiun atau usia yang dianggap sudah udzur (60+) oleh sebagian masyarakat adalah menarik diri dari segala bentuk aktivitas. Memang sudah menjadi hukum alam (sunatullah) manusia hidup mengikuti suatu siklus: masa kandungan, bayi, anak, remaja, dewasa, lansia dan kembali ke Ilahi. Tapi dengan usaha dan upaya manusia setidaknya kita bisa melakukan rekayasa sosial agar tetap sehat baik fisik maupun mental/psikologis agar selalu bermakna dan bermanfaat bagi sesama. Terminologi produktif tidak selalu bermakna ekonomis, yaitu untuk menghasilkan barang dan jasa agar dapat diuangkan atau beraktivitas dalam rangka untuk memperoleh imbalan ekonomis. Lansia produktif juga dapat mengandung makna beraktivitas untuk makna sosial (social meaning) untuk orang lain. Namun seringkali lansia juga terpola dengan stereoptype di dalam masyarakat. Akhirnya banyak lansia yang menganggap dirinya sudah harus masuk dan diam saja di rumah untuk menunggu dipanggil Yang Maha Kuasa. Pe-maknaan negatif yang belum tentu kebenarannya (Stereotype) oleh masyarakat seperti: a. Lansia sudah saatnya pensiun dari aktivitas; b. Lansia itu sudah tidak ada arti dan maknanya lagi; c. Lansia itu selalu sakit-sakitan; d. Lansia itu kuno, ketinggalan jaman (out of date); e. Dan lain-lain. Itu semua belum tentu kebenarannya, mungkin hal tersebut dapat terjadi pada kasus individu tertentu tapi tidak bisa dijadikan generalisasi untuk semua lansia. Sebenarnya untuk lansia perempuan melakukan aktivitas rumah tangga adalah sebagian dari hidup mereka karena rutinitas sehari-hari di rumah. Demikian pula lansia laki-laki biasanya cenderung dominan melakukan aktivitas sosial-kemasyarakatan. Hal ini bisa dimaklumi karena pengaruh faktor pembagian kerja berdasarkan gender. Beberapa ahli gerontologi mencoba membagi aktivitas sehari-hari (daily activity) lansia menjadi: 1) Aktivitas Sosial-Kemasyarakatan Yaitu aktivitas berkaitan untuk menjalin relasi dan ekpresi sosial (keluarga, kerabat, famili, teman, tetangga dan masyarakat). Termasuk di dalamnya aktivitas dalam kegiatan politik, aktivitas keagamaan, dan aktivitas/partisipasi dalam organisasi (sosial-kemasyarakatan, profesi, dll.). 2) Aktivitas Rumah Tangga Yaitu aktivitas berkaitan dengan pengaturan/manajemen rumah, dari membersihkan perabotan sampai dengan pengaturan tata ruang rumah. 3) Aktivitas Hobi/Relaksasi Yaitu aktivitas berkenaan dengan kesenangan individu atau kebiasaan lansia juga untuk relaksasi. Banyak sekali bentuknya dari membaca buku, menulis, menjahit, menganyam, bermain musik, bernyanyi dan lain-lain. Lansia kadangkala kebingungan untuk mengekspresikan diri; dimana, bagaimana, kapan, dengan siapa? Pertanyaan seperti itu wajar muncul dalam diri lansia karena perhatian dan kepedulian yang masih rendah dari banyak kalangan (pemerintah, organisasi kemasyarakatan, termasuk keluarga) terhadap fenomena lansia. Sehingga hambatan lansia tetap produktif diperkirakan disebabkan oleh: 1) rendahnya dukungan keluarga, masyarakat dan lembaga (dukungan moril/spirituil dan finansial), 2) rendahnya tingkat pengetahuan lansia, dan 3) rendahnya mobilitas lansia (karena sakit). 3. Mempertimbangkan Perlunya Pusat Lansia (Senior Center) Model Pusat Lansia Bagan di atas adalah upaya untuk menjawab permasalahan pemenuhan waktu luang lansia yang direncanakan, diatur dan di-running dengan baik. Sebuah model yang perlu didiskusikan lebih lanjut oleh stakeholders permasalahan kesejahteraan lansia, baik dari kalangan Pemerintah, akademisi, LSM, maupun individu yang mempunyai kepedulian terhadap isu lansia. Pusat Lansia (PL) merupakan lembaga dengan program-program yang aksesibel bagi lansia dan tentu saja dengan karakteristik partisipatif terhadap aspirasi lansia. PL bisa bersatu dengan panti werdha yang ada, tetapi dia harus memiliki manajemen tersendiri, terakomodir di dalamnya para individu lintas disiplin dari aspek; medis, psikologi, sosiologi, antropologi, pekerja sosial, pendidikan (dapat mewakili organisasi profesi). PL harus memiliki jejaring kerja dengan lembaga lansia, NGOs, Pemerintah, dan pihak lainnya yang interes. Program-program yang dapat ditawarkan dalam PL, misalnya: a. Program Sosial-Kemasyarakatan Adalah program-program yang mengupayakan lansia tetap terlibat dan bermakna di dalam masyarakatnya, dapat berupa: 1) Kursus pendidikan, pelatihan, keterampilan dan peningkatan pengetahuan lainnya sesuai minat lansia; 2) Diskusi, tukar pendapat, berbincang secara tematik; 3) Program rohani; 4) Dan lain-lain. b. Program Kesehatan 1) Preventif, penyuluhan dan informasi kesehatan yang diperlukan lansia; 2) Rehabilitatif (day care), fisioterapi; 3) Promotif, penciptaan lingkungan dan gaya hidup sehat; 4) Dan lain-lain. c. Program Rekreatif 1) Jenis-jenis program kegiatan berkenaan dengan hobi; 2) Kegiatan kunjungan, rekreasi (rekreasi religi, studi banding, dll); 3) Kegiatan epresi dan eksistensi (sebagai pelatih seni, narasumber, guru di TK, dll); 4) Dan lain-lain. Rancangan dan Karakteristik Program Kegiatan PL: a. Durasi/jenjang kegiatan 1) Kegiatan harian (daily programs) kesehatan, dll; 2) Kegiatan mingguan (weekly programs) keterampilan dll; 3) Kegiatan bulanan (monthly programs) pengajian dll; 4) Kegiatan tahunan (annualy programs) peringatan hari besar agama, nasional dan internasional, studi banding dll. b. Karekteristik program kegiatan 1) Bergabung dengan panti werdha (shelter system); 2) Sebagai tempat perawatan harian (day care) bagi lansia yang tinggal dengan keluarga; 3) Partisipatif terhadap masukan dari grass root lansia di masyarakat; 4) Dijalankan secara profesional oleh manajer dengan latar belakang pekerja sosial (sosial worker); 5) Didisain sesuai dengan nilai lokal; 6) Tidak terlalu birokratis. 4. Simpulan dan Rekomendasi Simpulan a. Lansia tetap dapat beraktivitas dan produktif mengisi waktu luang mereka ketika didukung oleh kondisi kesehatan individu lansia, keluarga, masyarakat, dan institusi terkait. b. Lansia tetap aktif dapat mengurangi permasalahan psikologis pada masa tua serta sebagai upaya untuk tetap bugar dan mengurangi penyakit hipokinetik. c. Pusat Lansia (Senior Center) sebagai wadah lansia untuk beraktivitas; memperoleh dan berbagi/memberi sumber daya, keterampilan, pengetahuan dan informasi baik sesama lansia maupun bagi warga masyarakat lainnya. d. PL harus didisain sedemikian rupa dengan program dan karakteristik seperti disebutkan di atas, berbeda dengan lembaga lansia umumnya yang cenderung lebih bersifat seremonial. Rekomendasi a. Terlebih dahulu harus dilakukan workshop atau lokakarya membahas tentang disain/rancangan PL. b. Harus dilibatkan di dalamnya akademisi lintas disiplin; kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi), psikologi, gerontologi, pekerja sosial, pendidik dan disiplin ilmu lainnya yang berminat. c. Dilibatkan pula jejaring kerja lembaga; lembaga lansia, pemerintah, LSM dan lembaga lainnya yang berminat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empowering Social Environment for Children

Family Educational design could impact child personality in their life. The family that set up education in democratic circumstance makes children more stable in manner and behaviour, children that are educated in authoritarianism situation tent to aggressive. Family that set up in permissive circumstance make them more aggressive. The research result could be interpreted that we have to evaluate three educational environments, namely: family, school and community (peer groups). We have to design those environments which could support the child in their psychology development phase. The other is IT tools, the one relatively newest educational institution that also could impact child behaviour. Family empowerment is one of the best solutions in handling and facing modern and globalization era.

Potensi Old Voter Pada Pilkada Di Kalsel

Saat ini gebyar pemilihan kepala daerah (pilkada), baik di tingkat propinsi maupun kota/kabupten menjadi pusat perhatian publik setempat. Ada yang baru pada pilkada 2005 ini, masyarakat akan memilih langsung calon kepala daerah yang menjadi idola, panutan sekaligus harapan mereka di masa akan datang. Semua calon selayaknya menampilkan kondisi terbaik yang dimiliki, dari penampilan performance ) sampai kerangka pemikiran yang dipaparkan dalam visi dan misi untuk membangun daerah. Uuntuk memudahkan mengingatnya, dibuat tema atau slogan yang cukup menarik agar menjadi perhatian publik. Seperti: Saatnya Kalsel Bangkit!, 2U, 2R, dan lain-lain sebagai cerminan target yang ingin dicapai kandidat. Semua potensi kesenjangan dalam segmen kehidupan di masyarakat dengan berbagai karakteristiknya menjadi target kandidat untuk diangkat sebagai tema kampanye dan sosialisasi program. Peningkatan usia harapan hidup penduduk, merupakan fenomena yang relatif baru terjadi di negara berkembang seperti