Langsung ke konten utama

Potensi Old Voter Pada Pilkada Di Kalsel

Saat ini gebyar pemilihan kepala daerah (pilkada), baik di tingkat propinsi maupun kota/kabupten menjadi pusat perhatian publik setempat. Ada yang baru pada pilkada 2005 ini, masyarakat akan memilih langsung calon kepala daerah yang menjadi idola, panutan sekaligus harapan mereka di masa akan datang.

Semua calon selayaknya menampilkan kondisi terbaik yang dimiliki, dari penampilan performance) sampai kerangka pemikiran yang dipaparkan dalam visi dan misi untuk membangun daerah. Uuntuk memudahkan mengingatnya, dibuat tema atau slogan yang cukup menarik agar menjadi perhatian publik. Seperti: Saatnya Kalsel Bangkit!, 2U, 2R, dan lain-lain sebagai cerminan target yang ingin dicapai kandidat. Semua potensi kesenjangan dalam segmen kehidupan di masyarakat dengan berbagai karakteristiknya menjadi target kandidat untuk diangkat sebagai tema kampanye dan sosialisasi program.

Peningkatan usia harapan hidup penduduk, merupakan fenomena yang relatif baru terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Fenomena tersebut merupakan dampak dari semakin membaiknya sarana-prasarana dan teknologi kesehatan, di samping kesadaran masyarakat pada pentingnya nilai dan arti hidup sehat.

Pada 2002, menurut PBB, usia harapan hidup penduduk perempuan Indonesia diperkirakan mencapai 69,3 tahun dan 65,3 tahun untuk laki-laki. Dampak dari peningkatan usia harapan hidup penduduk adalah jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang semakin meningkat. Untuk negara berkembang pada umumnya, World Health Organization (WHO) menetapkan 60 tahun atau lebih. Masih menurut PBB, diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai sekitar 18,6 juta jiwa atau sekitar 8,3 persen dari total penduduk pada 2004.

Namun demikian, diperlukan studi lebih lanjut: Apakah penduduk lansia kita baru sebatas memiliki usia yang panjang diiringi kondisi sakit-sakitan, atau memang tetap aktif dan produktif. Karena, keadaan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat perkembangan ekonomi. Lansia yang produktif dapat turut mengurangi tingkat ketergantungan ekonomi (dependency ratio) kepada penduduk usia produktif.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1999, usia harapan hidup penduduk di Kalimantan Selatan mencapai 61 tahun. Sedangkan jumlah lansia diperkirakan sekitar 171 ribu jiwa, atau setara dengan 5,7 persen dari total penduduk di Kalsel pada 2001.

Berdasarkan gambaran di atas, lansia sebagai salah satu segmen penduduk merupakan kelompok potensial yang dapat menyumbangkan suara pada pilkada di Kalimantar Selatan dengan memperhatikan karakteristik sosial-budaya dan kondisi geografis yang ada. Karenanya, isu lansia masih cukup strategis untuk dapat dijadikan salah satu diskursus pada program sosialisasi pilkada saat ini.

Namun demikian, diperlukan analisis lebih mendalam untuk memahami karakteristik lansia agar kelompok tersebut dapat menjadi target voter. Paling tidak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mempelajari karakteristik lansia. Pertama, sampai saat ini proporsi lansia mayoritas masih tersebar di daerah perdesaan (rural). Proporsinya diperkirakan, 70 persen di perdesaan dan 30 persen di perkotaan. Karenanya, kandidat harus mau mendesain slot sosialisasi program lebih intensif di perdesaan.

Kedua, karakteristik tingkat pendidikan lansia sebagian besar masih rendah. Dengan demikian, desain kampanye atau sosialisasi program sedapat mungkin yang mudah dipahami oleh segmen penduduk lansia, dengan ciri emosi lokalitas, ideologi dan penghargaan kepada sejarah. Ketiga, sangat berkait dengan poin ke dua yaitu karakteristik psikologis lansia yang cenderung emosional. Hal ini dapat dimaklumi, karena lansia yang ada saat ini adalah mereka yang hidup pada masa revolusi; zaman penjajahan Belanda, Jepang, Orla, Orba; bahkan masa transisi seperti sekarang. Karena itu, jaminan keberhasilan pembangunan dengan memperhatikan kondisi keamanan yang stabil harus dapat ditawarkan oleh kandidat.

Untuk menarik suara dari segmen penduduk lansia, tentu saja program yang mengcover kebutuhan lansia harus menjadi prioritas cagub/cawagub.

Beberapa program yang dapat dipertimbangkan untuk ditawarkan di antaranya adalah:

1) Program income-generating, peningkatan pendapatan lansia merupakan jalan keluar bagi sekitar 80 persen lansia yang tidak memiliki jaminan pensiun, padahal mereka masih menjadi tulang punggung perekonomian dalam keluarga.

2) Pemberian insentif bagi keluarga miskin yang hidup bersama lansia di dalamnya. Insentif dapat berupa bantuan pengobatan, pembelian alat bantu kesehatan (healthy-aid) seperti kacamata, kursi roda, dll.

3) Meningkatkan kualitas pelayanan di panti jompo. Selama ini panti jompo identik dengan ‘tempat pembuangan akhir’ bagi lansia sebelum meninggal dunia.

4) Memasukkan nilai kepahlawanan tokoh lokal, nilai religi dan budaya setempat yang mengangkat harkat lansia ke dalam kurikulum muatan lokal di sekolah. Asumsinya telah sedemikian merosot penghargaan kaum muda kepada orang tua, dan kondisi ini sudah banyak terjadi di kota besar di Indonesia.

Sedemikian esensinya permasalahan kependudukan, sehingga menjadi fokus di negara maju sejak puluhan tahun silam. Semakin valid dan baik kualitas pendataan serta analisis kependudukan, akan membantu program pemerintah dalam menjalankan roda pembangunan di wilayah tersebut.

Kandidat harus dapat memanfaatkan data kependudukan agar dapat menghadirkan konsep yang merepresentasikan kondisi Kalsel, dalam bentuk visi dan misi rancangan program pembangunan daerah; dalam 100 hari pertama, satu tahun sampai lima tahun yang dipaparkan secara terintegrasi dalam blueprint yang meliputi pemetaan permasalahan sosial dan ekonomi. Dikorelasikan dengan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan mereferensi kondisi geografis Kalsel, ini merupakan konsep blueprint yang representatif.

Mencermati fenomena persiapan pilkada di Kalsel saat ini, ada secercah harapan daerah ini akan segera bangkit karena gubernur dan wakil terpilih nanti merupakan putra daerah terbaik yang dipilih langsung oleh masyarakat dengan mengedepankan konsep blueprint yang mewakili kondisi daerah tercinta.

Akhirnya ketika pasangan tersebut terpilih, blueprint yang direncanakan harus segera dilaksanakan secara jujur dan konsisten dengan terus memperhatikan suara dan aspirasi masyarakat. Dalam perjalanannya kelak, modifikasi dan kalibrasi serta adaptasi perlu dilakukan dengan tidak mengubah esensi paradigma berpikir pada blueprint tersebut.

Sebagai masyarakat, kita berharap dengan kepemimpinan baru akan membawa Kalsel pada arah perubahan dan kemajuan. Amien.

*) Tulisan ini telah diterbitkan pada Harian Banjarmasin Post – Senin, 20 Juni 2005

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Empowering Social Environment for Children

Family Educational design could impact child personality in their life. The family that set up education in democratic circumstance makes children more stable in manner and behaviour, children that are educated in authoritarianism situation tent to aggressive. Family that set up in permissive circumstance make them more aggressive. The research result could be interpreted that we have to evaluate three educational environments, namely: family, school and community (peer groups). We have to design those environments which could support the child in their psychology development phase. The other is IT tools, the one relatively newest educational institution that also could impact child behaviour. Family empowerment is one of the best solutions in handling and facing modern and globalization era.

Pemanfaatan Waktu Luang (Leisure Time) Bagi Lansia

1. Pengantar Sebagaimana disampaikan oleh para ahli demografi bahwa penuaan penduduk merupakan fenomena global. Penuaan penduduk merupakan ciri demografi abad milenium. Keadaan ini diakibatkan oleh proses demografi, yaitu; penurunan angka mortalitas seiring dengan semakin rendahnya angka fertilitas. Di samping itu kemajuan di bidang teknologi dan ilmu kedokteran telah dapat menekan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit menular. Bersamaan itu tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat turut mengubah pola hidup masyarakat menjadi anti mortalitas. Usia harapan hidup (life expectancy at birth) semakin panjang merupakan output dari perubahan seperti yang digambarkan di atas. Dampak langsung dari peningkatan usia harapan hidup adalah peningkatan jumlah penduduk lansia (elderly). Diperkirakan pada tahun 2005 penduduk lansia Indonesia (60+) sudah berjumlah 18,4 juta jiwa atau sekitar 8,1 persen dari jumlah penduduk kita. Pada tahun 2020 diproyeksikan jumlahnya akan meningkat menjadi